Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengkafani dan Memandikan Jenazah Sesuai Syariat Islam

 A. Kematian

Saat melihat kematian, semestinya semakin menyadarkan bahwa kita akan menyusulnya, cepat atau lambat. Kematian memang misteri, namun setiap manusia sudah diingatkan bahwa kematian akan menjemputnya. Itulah sebabnya, setiap ada kematian, semestinya menjadi sarana muhasabah diri tentang bekal apa yang sudah dipersiapkan, dan sudah sejauh mana amal shaleh yang sudah dilakukan?


Kisah-kisah orang shaleh dalam memaknai kematian itu melalui persiapan yang matang, bekal yang banyak, dan jauh-jauh hari meniti waktunya dengan memperbanyak amal shaleh, sekaligus menghindari dosa dan kemaksiatan, serta mengakhirinya dengan tersenyum, yang ditandai dengan khusnul khatimah.


Sebaliknya, mereka yang berperilaku buruk, kematian itu semakin dihindari, ingin lari sejauh-jauhnya, bersembunyi di dalam benteng yang kokoh, padahal harus menjadi kesadaran bersama bahwa semakin bertambah umur, itu artinya semakin dekat dengan kematian. Allah Swt. berfirman dalam Q.S. al-Jumu’ah/62: 8, yaitu:


  







 

Artinya: Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. al-Jumu’ah/62: 8)


Kematian merupakan ketentuan Allah Swt. (sunatullah). Tidak ada seorang pun yang dapat menghindarinya. Kematian merupakan hal yang pasti, cepat atau lambat, pasti akan datang. Semua makhluk hidup akan merasakan mati. Tidak ada seorang pun, baik kaya miskin, berpangkat atau orang biasa, tua muda, maupun yang siap atau tidak siap, semuanya akan menjemput kematian. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. (Q.S. Ali Imrān/3: 185), yaitu:






Artinya: Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya (Q.S. Ali Imrān/3: 185).


Kematian menjemput seseorang dengan beragam sebab, dan beraneka ragam cara kematian itu. Di Indonesia, setiap hari 50 orang meninggal karena narkoba; 85% kematian di jalan raya didominasi anak muda, belum lagi yang dijemput kematian di rumah sakit, di atas ranjang tanpa penyebab yang pasti, dan beribu macam kematian yang menimpa anak manusia, bahkan ada yang baru berusia seminggu, sebulan, bahkan belum setahun sudah ditimpa kematian.


Kenapa harus ada kematian? Begitu juga kenapa ada kehidupan? Keduanya siklus hidup yang harus dilalui manusia. Hidup berarti pilihan, tergantung manusia, mau memilih di jalan kebenaran atau keburukan. Allah Swt. sudah memberikan segalanya, saat manusia berada di dunia diberinya panca indera, akal, qalbu (hati nurani), diturunkan para Nabi dan Rasul agar diteladani, dan di antaranya dibarengi dengan wahyu. Apalagi adanya hidup dan mati itu sebagai ujian bagi manusia, siapa yang paling baik amalnya (perhatikan Q.S. al-Mulk/67: 2).


Semua nikmat tersebut harus menjadi bekal manusia saat menjalani kehidupan. Jadi, tidak ada alasan bagi manusia yang gagal atau terpuruk menjalani kehidupan, karena Allah Swt sudah memberikan segalanya. Bukankah Rasulullah Saw. juga sudah mengingatkan bahwa dunia ini sementara, hanya jembatan menuju akhirat, laksana musafir yang sedang istirahat (dunia), lalu melanjutkan kehidupan yang sejati (akhirat). Rasulullah Saw. pernah berwasiat kepada Ibu Umar r.a

Artinya: Rasulullah Saw. bersabda: “Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau orang musafir … .”


Menjelang kematian, setiap manusia mengalami sakaratul maut. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan saat kondisi kritis ini, baik kita sebagai keluarga, karib kerabat, atau maupun orang terdekat, antara lain: mentalqin-kan (menuntun bacaan tauhid) di telinga seseorang dengan suara jelas dan tegas, tetapi jika sudah dalam keadaan sangat kritis, cukup dibimbing hanya dengan lafal “Allah” saja.


Sementara itu, ada beberapa langkah atau tindakan yang harus dilaksakaan, saat kematian itu sudah terjadi, yaitu sebagai berikut:

1. Segera mengatupkan atau memejamkan matanya, karena saat ruh sudah dicabut, mata jenazah mengikuti arahnya.

2. Melenturkan persendiannya agar tidak menjadi kaku dan keras.

3. Menanggalkan pakaian dan perhiasannya dan diganti dengan pakaian yang menutupi dan melindungi seluruh tubuhnya.

4. Membetulkan letak anggota tubuhnya serta membujurkannya ke arah kiblat.

5. Menyegerakan seluruh proses pengurusan jenazah.

6. Membayarkan utang-utangnya.


B. Pengurusan Jenazah

Pengurusan Jenazah adalah pengurusan jenazah seorang muslim/ muslimah. Sebagian muslim harus melibatkan diri untuk mengurusnya, tidak boleh semuanya abai, cuek atau masa bodoh, meskipun hukumnya fardhu kifayah, kecuali bila hanya terdapat satu orang saja, maka hukumnya fardlu ‘ain.


Maksud dari fardhu kifayah adalah jika sebagian kaum muslimin sudah melaksanakan, maka kaum muslim yang lainnya tidak terkena kewajiban/ dosa. Sebaliknya, jika tidak ada satu pun, maka berdosa semuanya, tentu yang terkena dosa adalah kaum muslim yang berada tidak jauh dari tempat tinggal jenazah.


Mengurus jenazah meliputi 4 (empat) kegiatan: (1) memandikan, (2) mengkafani, (3) menyalatkan, dan (4) menguburkan. Berikut ini, rincian masing-masing.

1. Memandikan

a. Syarat jenazah dimandikan adalah:

Beragama Islam

Didapati tubuhnya (walaupun hanya sebagian). Hal ini terjadi pada jenazah yang biasanya mengalami kecelakaan. Jika ada lukanya, bersihkan terlebih dahulu (jika memungkinkan).

Bukan karena mati syahid (mati dalam peperangan membela agama Islam).


b. Syarat orang yang memandikan jenazah adalah

Muslim, berakal, dan baligh

Berniat memandikan jenazah

Kepribadiannya jujur dan shaleh

Terpercaya, amanah, dan mengetahui hukum memandikan mayat, serta dapat menjaga aib jenazah.

Jenis kelamin sama, jenazah laki-laki dimandikan oleh laki- laki, jenazah perempuan dimandikan oleh perempuan, kecuali suami istri atau mahramnya.

Hal-hal yang perlu dipersiapkan, antara lain: Tempat mandi, air bersih, sidr (bidara), sabun mandi, sarung tangan, sekidit kapas, air kapur barus.


c. Tata Cara Memandikan Jenazah

Jenazah dibaringkan di balai atau tempat lain yang memiliki standar, hindari terkena hujan, sinar matahari dan tertutup (tidak terlihat kecuali oleh orang yang memandikan dan mahramnya).

Diperintahkan menutupi mayit dengan pakaian yang melindungi seluruh tubuhnya agar auratnya tidak terlihat.

Pihak yang memandikan memakai sarung tangan, air yang digunakan untuk memandikan mayit adalah air suci, dan disunnahkan mencampurnya dengan sidr (bidara), atau larutan kapur barus.

Menyiram air ke seluruh badan secara merata dari kepala sampai ke kaki (disunatkan tiga kali atau lebih), dengan mendahulukan anggota badan sebelah kanan lalu bagian sebelah kiri.

Bersihkan giginya, lubang hidung, lubang telinga, celah ketiaknya, celah jari tangan dan kaki serta rambutnya.

Membersihkan kotoran dan najis yang melekat pada anggota badan jenazah, khususnya di bagian perut dengan cara menekan bagian bawah perut dan bersamaan dengan itu angkatlah sedikit bagian kepala dan badan, sehingga kotoran yang ada di dalamnya dapat keluar.

Mewudhukan jenazah, sebagaimana wudhu akan shalat setelah semuanya bersih.

Terakhir disirami dengan larutan kapur barus dan harum- haruman. Sabda Rasulullah Saw.


Artinya: Dari Ummu ‘Athiyyah, seorang wanita Anshar r.a. berkata: Rasulullah Saw. menemui kami saat kematian putri kami, lalu bersabda:”Mandikanlah dengan mengguyurkan air yang dicampur dengan daun bidara tiga kali, lima kali, atau lebih dari itu, jika kalian anggap perlu, dan jadikanlah yang terakhirnya dengan kapur barus (wewangian) atau yang sejenis, dan bila kalian telah selesai beritahu aku”. Ketika kami telah selesai, kami memberi tahu Beliau. Kemudian Beliau memberikan kain Beliau kepada kami seraya berkata: Pakaikanlah ini kepadanya. Maksudnya pakaian Beliau (H.R. Bukhari).


2. Mengafani

Mengafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang dapat menutupi tubuhnya, walau hanya sehelai kain dari ujung rambut sampai ujung kaki, meskipun para fuqaha (ahli fiqh), memilahnya antara batas minimal dan batas sempurna. Kain kafan yang dipergunakan hendaknya berwarna putih dan diberi wewangian, bila mengkafani lebih dari ketentuan batas, maka hukumnya makruh, sebab dianggap berlebihan.


Batas minimal mengafani jenazah, baik laki-laki maupun perempuan, adalah selembar kain yang dapat menutupi seluruh tubuh jenazah, sedangkan batas sempurna bagi jenazah laki-laki adalah 3 lapis kain kafan.


Sementara, untuk jenazah perempuan adalah 5 lapis: terdiri 2 lapis kain kafan, ditambah kerudung, baju kurung dan kain.

a. Hal-hal yang Disunnahkan dalam Mengkafani Jenazah

Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi seluruh tubuh jenazah.

 

Kain kafan hendaknya berwarna putih.

Jumlah kain kafan untuk jenazah laki-laki hendaknya 3 (tiga) lapis, sedangkan bagi jenazah perempuan 5 (lima) lapis.


Artinya: Dari ‘Aisyah r.a., bahwa Rasulullah Saw (saat wafat) dikafani jasadnya dengan 3 (tiga) helai kain yang sangat putih, terbuat dari katun dari negeri Yaman, dan tidak dikenakan padanya baju dan serban (tutup kepala). (HR. Bukhari)


Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, kain kafan hendaknya diberi wangi- wangian terlebih dahulu.

Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.


b. Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Mengafani Jenazah

Kain kafan diperoleh dengan cara halal, yakni dari harta peninggalan jenazah, ahli waris, atau diambil dari baitul mal (jika tersedia), atau dibebankan kepada orang Islam yang mampu.

Kain kafan hendaknya bersih, berwarna putih dan sederhana (tidak terlalu mahal dan tidak terlalu murah).


c. Tata Cara Mengafani Jenazah

Mengkafani jenazah dibagi menjadi 2 (dua) berdasarkan jenis kelaminnya. Rinciannya sebagai berikut.

- Jenazah Laki-laki

Bentangkan kain kafan sehelai demi helai, yang paling bawah lebih lebar dan luas serta setiap lapisan diberi kapur barus.

Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan di atas kain kafan memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.

Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, qubul dan dubur) yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.

Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti tersebut selembar demi lembar dengan cara yang lembut.

Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan 3 (tiga) atau 5 (lima) ikatan.

Jika kain kafan tidak cukup menutupi seluruh badan jenazah, tutuplah bagian kepalanya, dan bagian kakinya boleh terbuka, namun tutup dengan daun kayu, rumput atau kertas. Jika tidak ada kain kafan, kecuali sekadar menutup aurat, tutuplah dengan apa saja yang ada.


Rasulullah Saw. bersabda yang artinya:

Kami hijrah bersama Rasulullah Saw. dengan mengharapkan ridha Allah Swt., kami sangat berharap diterima pahala kami, karena di antara kami ada yang meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya Mash’ab bin Umair, dia tewas terbunuh di perang Uhud, dan tidak ada buat kain kafannya, kecuali selembar kain burdah. Jika kepalanya ditutup, terbukalah kakinya dan jika kakinya ditutup, tersembul kepalanya, maka Nabi Saw. menyuruh kami menutupi kepalanya dan menaruh rumput izhir pada kedua kakinya.” (H.R. Bukhari)


- Jenazah Perempuan

Kain kafan untuk jenazah perempuan terdiri dari 5 (lima) lembar kain, urutannya sebagai berikut.

Lembar 1 untuk menutupi seluruh badan.

Lembar 2 sebagai kerudung kepala.

Lembar 3 sebagai baju kurung.

Lembar 4 menutup pinggang hingga kaki.

Lembar 5 menutup pinggul dan paha.


Adapun tata cara mengafani jenazah perempuan adalah sebagai berikut:

Siapkan tali di tempat yang akan digunakan untuk mengakafani

Susun kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan tertib. Lalu, angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan di atas kain kafan sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus.

Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.

Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.

Pakaikan sarung, juga baju kurungnya.

Rapikan rambutnya, lalu julurkan ke belakang. f ) Pakaikan kerudung.

Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua ujung kain kiri dan kanan lalu digulungkan ke dalam.

Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.


3. Memandikan dan Mengkafani Jenazah Covid-19 sesuai fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 18 Tahun 2020

a. Memandikan Jenazah Covid-19

Bagi jenazah yang menurut medis dapat dimandikan:

1. Jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya.

2. Petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan dan dikafani

3. Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayammumkan.

 

4. Petugas membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan.

5. Petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh.


Jika jenazah menurut medis tidak dapat dimandikan:

1. Mengusap wajah dan kedua tangan jenazah (minimal sampai pergelangan) dengan debu.

2. Untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap, petugas tetap menggunakan APD.


b. Mengkafani Jenazah Covid-19

1. Setelah jenazah dimandikan atau ditayamumkan, atau karena dharurah syar’iyyah tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas.

2. Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat.

3. jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut.

Post a Comment for "Mengkafani dan Memandikan Jenazah Sesuai Syariat Islam"